25. Bahagia Secukupnya #30HariMenulis
Ibundanya hadir untuk menerima ijazah yang diberikan oleh rektor. Sebab anaknya tidak bisa hadir dengan sebuah alasan yang membuat haru satu auditorium. Jadi mengingatkan kami seketika, bahwa kami berharap rapot ijazah yang kami terima kelak di akhirat itu dipenuhi dengan catatan nilai-nilai kebaikan.
Tidak terasa, sudah ditulisan hari ke 25, merupakan keputusan yang tepat ketika ingin menulis penuh setiap hari, di September ini banyak hal terjadi dan terekam di setiap tulisan, yang kelak suatu waktu saya membacanya ulang, membawa saya kembali dengan perasaan di hari-hari tersebut.
Agak terlalu lelah untuk menulis hari ini, bingung untuk menyusun kata-kata seperti apa, menahan diri untuk melakukan hal lain untuk bisa menuntaskan tulisan. Rasa tanggungjawab untuk bisa menyelesaikan lebih besar dari rasa lelah tadi.
Mari kita mulai..
4 tahun berkuliah, momen yang paling ditunggu-tunggu adalah momen sakral hari ini. Sepertinya tidak lengkap bahagianya jika sudah selesai sidang, dan pelaksanaan yudisium, jika tidak mengikuti acara wisuda.
Kita taruh ke samping terlebih dahulu mengenai pertanyaan-pertanyaan ingin kerja di mana, mau ngapain setelah wisuda, biarkan saya menikmati euforia bahagia ini sebentar.
Saya rasa pandemi kemarin memberikan pemaknaan luar biasa, pengaruhnya dengan interaksi sosial, bertemu orang, dan berharganya bisa merasakan wisuda luring.
Alhamdulillah, penuh bersyukurnya hari ini.
Pagi tadi saya bangun pukul 4 pagi, bagi kami laki-laki tidak perlu banyak hal yang harus dipersiapakan. Hahaha.
Jika bertanya ke teman-teman perempuan, mereka bercerita kalau harus menyiapkan diri dan berdandan ada yang dari jam 2, ada juga yang dari setengah 5. Itu semua untuk hari yang spesial ini.
Saya juga demikian, mempersiapkan diri dengan berdandan paling rapi yang saya bisa, memakai wewangian, menggunakan minyak rambut, dan menyisir lebih lama dari biasanya.
Saya datang langsung mengambil co-card untuk nomor bangku, masuk ke auditorium suasana belum begitu penuh, jadi bisa ke sana ke mari menyalami semua teman-teman Teknik Elektro. Beberapa saya minta untuk berswafoto bersama.
Orang yang paling tulus
Ada isi pidato yang berkesan dari rektor, beliau bilang di poin nomor 3:
“Saya percaya, perjalanan kalian bukan perjalanan personal. Ada peran banyak orang di sana. Ada yang terlihat setiap hari, ada juga yang nan jauh di sana tidak masuk ke radar saudara.
Melihat dosen mengajar di kelas, namun jangan lupa nan jauh di sana ada orang tua yang tak pernah putus mendukung saudara, tidak hanyak memberikan fasilitas, tapi juga jangan lupa orang tua sering kali melakukan hal-hal yang di luar bayangan saudara, demi kebaikan anaknya.
Seperti bangun tengah malam mengirimkan doa terbaik untuk saudara. Dan itu bisa jadi yang melapangkan jalan saudara sampai hari ini.”
Saya percaya, kemudahan yang didapatkan hari ini berkat doa dari orang tua, barangkali ada doa orang-orang yang tidak sengaja kita bantu, atau doa-doa pedagang yang kita beli dagangannya. Semua yang kita dapatkan hari ini, tidak semata-mata murni hasil dari usaha kita.
Jika sebagian orang ada yang menemani perjuangannya selama 4 tahun kuliah bersama kekasihnya, saya rasa 4 tahun berkuliah tidak ada support system terbaik, kecuali orang tua. Terlebih khusus ibu saya. Semuanya dicukupkan dengan beliau; tempat bercerita, tempat mengeluh, pendengar setia, dan kadang jadi tempat meminta dana darurat juga. Hahaha.
Saya dedikasikan semua ini untuk beliau. Perempuan paling cantik, nomor satu dalam hidup saya. Beliau yang tidak kenal henti-hentinya selalu mendoakan, mendukung, orang yang selalu memenuhi riwayat panggilan telepon. Dan orang yang selalu mules tiap kali saya mengabari sesuatu yang menegangkan.
Beliau tadi cerita semua pas saya sesampainya di rumah sudah sore tadi.
“Mamah dari awal masuk, dan duduk, udah nangis terharu aja.”
“Mamah lupa ga bawa tissu jadi harus beberapa kali ngelap air mata pakai kerudung.”
“Mamah ngobrol-ngobrol kenalan sama orang yang disamping dari Riau.”
“Mamah bangga banget nak.”
dll.
Foto di atas saya sudah simpan sejak lama, sebuah foto yang selalu mempunyai makna yang mendalam bagi saya. Saya simpan sebagai motivasi selama berkuliah. Akhirnya dengan lega hari ini saya bisa mengeluarkannya.
Bahwa orang tua adalah orang pertama yang paling berbahagia atas segala hal terkait pencapaian anaknya. Orang yang bertepuk tangan pertama ketika mendapatkan kabar bahagia, orang pertama yang paling sedih ketika mendengar anaknya terluka.
Sehat-sehat selalu untuk semua orang tua di dunia.
Menjemput Kebahagiaan Abadi
Setelah seluruh wisudawan selesai dipindahkan topi toganya, ada satu momen yang membuat haru satu auditorium. Mahasiswa yang tidak bisa hadir, karena lebih dulu menemui kebahagiaan yang sejati. Allah lebih dulu sayang kepada dia. Dia mendahulu kami semua.
Suara dari MC juga bergetar ketika mengatakannya.
“Berikutnya, pelaksanaan wisuda untuk salah satu wisudawan yang telah berpulang ke rahmatullah, pada tanggal 19 September 2022, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum. Tempat asal Bukit Pelangi, Teluk Lingga kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Diserahkan langsung kepada ibunda tercinta.
Huhuhu maa syaa Allah mendiang lulus dengan predikat cum laude.
Ibundanya hadir, menerima ijazah yang diberikan oleh rektor. Jadi mengingatkan kami seketika bahwa kami berharap rapot ijazah yang kami terima kelak akhirat itu dipenuhi dengan catatan nilai-nilai kebaikan.
Dengan panjangnya angan-angan dan cita-cita, membuat kami sadar ternyata yang paling dekat dari kami adalah kematian.
Kami begitu bahagia hari ini, dan kami juga diingatkan untuk tidak berlebihan. Seperti sedang dinasehati.
Bahkan ibu saya pun bilang demikian,
“Nak mamah ikutan sedih ketika tadi ada wisudawan yang meninggal, terus diwakilkan ibunya.”
Pada saat keluar sidang wisuda, semua mencari orang tua, dan orang tua juga mencari anaknya.
Demikian dengan saya, saya melepon ibu saya, bertemu dengannya, saya peluk, dan menciuminya, dan bisa mengeluarkan kata-kata:
“Terima kasih ya mah, sudah berjuang bersama-sama.”
Padahal udah nahan-nahan buat ga nangis, pecah juga ternyata.
Saya merasa beruntung masih bisa menyentuh hangatnya tubuh beliau, beruntung dikasih kesempatan hidup bisa merayakan momen bahagia hari ini bersama.
Lalu ibunda mendiang, betapa harunya beliau melihat pemandangan orang tua bisa bersama anaknya, dan beliau barangkali hanya mampu memandangi pemandangan tersebut;’.
Semoga Allah menguatkan keluarga mendiang, diberikan ketabahan, dan semoga Allah memberikan kebahagiaan yang lebih besar di alam kubur sana, mendiang diberikan nikmat kubur, diampuni segala dosa-dosanya, dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat, dan kelak bisa bertemu kembali dengan keluarga di surga-Nya. Aamiin.
Lagi-lagi diingatkan, bahagia seperlunya, ga ada yang hidup senang selamanya, ga ada yang hidup sedih selamanya. Semua hanya perihal pergantian siklus.
Sekali lagi, selamat wisuda semuanya. Semoga hari-hari baik yang terjadi hari ini, bukan puncak klimaks kebahagiaan. Semoga tetap akan ada bahagia-bahagia yang ada kelak menanti di depan sana. Aamiin.
Terima kasih.
Taufan M. Putera
25 September 2022
Ditulis di Yogyakarta tercinta