Api Yang Tetap Menyala

Taufan Maulana Putera
5 min readOct 31, 2022

--

Ketahuilah, perasaan tenang bukan hanya soal sudah lepas tanggung jawab di pundak kita. Tetapi tentang rasa puas, mampu bernafas lega, ada perasaan bangga karena sudah mengerjakannya dengan sekuat tenaga. Memberikan semua yang kita bisa.

Sudah berada di penghujung bulan Oktober, begitu cepatnya sudah ingin pamit meninggalkan. Saya juga baru ingat di bulan ini belum menulis apa-apa, setelah menulis terakhir di bulan September untuk #30HariMenulis.

Pekan kemarin saya mendapatkan pesan WhatsApp dari salah seorang pengurus IEEE, mengabarkan ke saya jika program Kelas Kepemimpinan akan diadakan kembali tahun ini. Setelah yang perdana di tahun 2021.

Mengajak saya untuk bisa ikut hadir di rapat panitia melalui Zoom. Lantas, saya dengan senang hati untuk bisa menerima ajakan tersebut tanpa terpikirkan untuk menolaknya.

Meski sudah demisioner, bukan menjadi kewajiban saya, tapi ada rasa tanggung jawab untuk bisa memenuhinya karena pernah menjadi bagian dari kepengurusan.

Rapatnya, mereka bercerita mengenai kemajuan dan persiapan untuk pembukaan Kelas Kepemimpinan. Mulai dari tanggal pembukaan pendaftaran peserta, tahun ini akan dibuka untuk umum (tidak hanya elektro), nama pembicara, pengiriman surat undangan, judul tema tiap pemateri, dan konsepnya seperti apa. Dan mereka meminta saran, dan pandangan mengenai hal-hal tersebut.

Saya merasa tersanjung, karena bisa pendapatnya masih didengar, dan nasihatnya masih suka diminta. Bukan menjadi jumawa, tetapi saya melihat ada pelajaran penting di sini.

Bahwa, ada ‘kepercayaan’ lebih dari seseorang disaat ketika mereka meminta pendapat, dan nasihat kepada kita.

Kepercayaan tersebut akibat dampak dari reputasi baik. Reputasi baik lahir dari mengerjakan sesuatu dengan baik. Dengan maksimal. Memberikan segala usaha yang bisa dilakukan.

Dengan itu membuat orang-orang yang bekerja dengan kita, atau mereka yang melihat kinerja kita jadi mengetahui kualitas nilai pekerjaan kita seperti apa.

Reputasi tidak lahir dari menjilat atasan, mencari muka sana-sini, atau dengan perasaan setengah hati pada saat menjalaninya.

Keberhasilan berhasil bukan karena one man show, tapi karena adanya orang-orang yang hebat, teman-teman yang juga punya satu visi untuk membantu, dan berjuang bersama-sama mewujudkannya.

Makanya di malam rapat tersebut, jadi mengingatkan saya ketika dulu menjadi anggota. Sudah pasti saya akan menanyakan, meminta pendapat yang sama seperti yang mereka lakukan, kepada senior-senior saya.

Pentingnya mendengar orang-orang yang lebih dulu melakukan dibandingkan kita. Ini benar-benar membantu dalam banyak hal, tidak hanya dalam organisasi.

Bersyukurnya, dan senang mengetahui mereka berada di jalan yang tepat.

Lalu saya melihat, mereka mempunyai kerendahan hati. Kerendahan hati ini merupakan nilai penting. Salah satunya adalah keinginan untuk bertanya, dan mau mendengarkan orang lain. Itu kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin.

Leadership is about being humble.

Pak Handry Satriago, dalam bukunya #Sharing2 mengatakan.

“Kunci keberhasilan pemimpin dan pengembangan diri adalah jika kita bisa dan mau mendengarkan orang lain.”

Arogansi, merasa sudah cukup dan puas, tidak perlu mendengarkan orang lain terkadang menjadi batu sandungan yang membuat kita tidak berhasil mencapai sesuatu.

Setelah rapat selesai, saya lalu merebahkan diri saya, mendadak bibir saya tersenyum, membawa perasaan pertama kali mengidekan untuk membuat proker ini, dengan tujuan “Semoga, jika ini nantinya bermanfaat, bisa menjadi proker rutin tiap tahunnya.”

Lalu ide tersebut berkat pertolongan Allah berhasil dieksekusi dengan membawa keyakinan tadi, bahwa ini akan baik insyaa Allah. Aamiin.

Kelas Kepemimpinan lahir, disaat menyadari jika kepemimpinan itu penting, mempengaruhi segala aspek. Kepemimpinan untuk diri sendiri, orang lain, organisasi, dan apapun yang sejenisnya. Masih sedikit orang yang menyadari ini.

Berawal dari saya ketika dulu diamanahi memimpin LSF 2020. Lalu ketemu pak Handry Satriago, ketemu dengan pemimpin.ID. Dan banyak terpapar dari membaca buku soal kepemimpinan.

Ini yang tidak pernah kita tahu. Apa yang kita kerjakan hari ini, tidak akan pernah menduga akan membawa kita ke arah mana. Dan selalu berharap, jika arahnya selalu kepada hal-hal yang baik.

Setidaknya, disaat saya sudah tidak menjadi pengurus lagi, tapi keinginan dan cita-cita bersama dulu untuk bisa meninggalkan sesuatu yang baik, itu bisa terus ada. Api tersebut bisa terus tetap menyala.

Yang terpenting itu bukan kitanya yang diingat, tetapi apa yang ditinggalkannya jauh lebih penting; semangatnya, totalitas, prinsip, amanah, integritas, dan lain sebagainya bisa terus terwariskan. Itu yang tidak akan pernah tergantikan.

Caranya dengan apa?

Dengan memberikan contoh. Orang-orang akan melihat pada akhirnya. Orang yang tulus akan selalu sampai ke tiap hati orang-orang. Ga perlu mencari sensasi sana-sini, orang tersebut akan mendapatkan spotlight-nya sendiri. Tapi bukan itu yang kita cari. Spotlight itu hanya dampak dari melakukan sesuatu dengan baik. Karena terkadang jikalau mencari-cari justru tidak akan mendapatkannya.

Makanya jadilah berani, mencoba sekali-kali ambil resiko untuk mengemban amanah dan tanggung jawab yang besar. Itu kayak kita run extra miles. Apalagi jika masih dalam ranah kampus, gagalan bukanlah menjadi sesuatu yang besar. Memang tempatnya untuk belajar. Dan mencoba banyak kesempatan.

Jadilah orang-orang yang memberikan dampak baik. Jika tidak bisa dengan cangkupannya orang banyak, setidaknya untuk diri kita sendiri.

Satu hal yang menjadi pemantik, dan memberikan energi untuk bisa melakukan itu semua. Yaitu, perasaan takut menyesal.

Takut menyesal ketika menuntaskan amanah namun dengan hasil yang biasa-biasa aja.

Takut menyesal karena ga habis-habisan untuk memperjuangkannya.

Takut menyesal karena yang penting asal jadi. Asal selesai. Padahal kita mampu bisa memberikan lebih.

Ketahuilah, perasaan tenang bukan hanya soal sudah demisioner, atau lepas tanggung jawab di pundak kita. Tetapi tentang rasa puas, mampu bernafas lega, ada perasaan bangga karena sudah mengerjakannya dengan sekuat tenaga. Memberikan semua yang kita bisa.

Bahagia dan rasa puas tidak datang dari mengerjakan sesuatu dengan setengah hati.

Saya yakin, ketika demisioner nanti, kamu akan tersenyum bahagia, tidurmu akan pulas setiap malam, dan tidak ada perasaan menyesal karena mengingat kamu sudah menuntaskan semuanya dengan sungguh-sungguh.

Kenang-kenangan Kelas Kepemimpinan 2021

Taufan M. Putera
31 Oktober 2022
Ditulis di Kediri

--

--

Taufan Maulana Putera
Taufan Maulana Putera

Written by Taufan Maulana Putera

Insinyur elektro yang lebih suka hal lain dibandingkan keelektroan.

No responses yet