Bunga Yang Mekar Menanti Musimnya Masing-masing

Taufan Maulana Putera
5 min readMar 23, 2022

--

Bunga yang mekar menanti datang musimnya masing-masing. Analogi ketika diusia 22 tahun ini saya merasa diri tertinggal jauh dengan teman-teman yang lain. Padahal yang harus disadari bahwa kita tidak sedang berada di lintasan arena balapan.

Photo by Annie Spratt on Unsplash (Bunga Karmelia)

Belum lama ini saya habis mengobrol panjang lebar dengan seseorang yang belum lama saya berkenalan dengannya. Obrolan kami, saya rekam dalam format podcast yang entah bagaimana ceritanya saya punya perasaan jika dari seseorang ini saya bisa belajar banyak darinya mengenai episode-episode kehidupannya. Apalagi dengan beliau usianya yang di atas saya, ada beberapa fase kehidupan yang saya belum pernah lalui, namun sudah ia lalui.

Jika ingin mendengar percakapan kami dapat diakses melalui link berikut ini:

Kala Bersuara on Spotify

Saya bersyukur dan semoga bisa selalu merasa kehidupan orang lebih menarik dibandingkan saya. Sehingga saya selalu antusias mendengarkan setiap detail yang diceritakan oleh orang lain yang membuat saya bisa banyak belajar dari mereka. Dan tidak meremehkan siapa pun.

Dulu saya selalu berbicara banyak mengenai diri saya sendiri, dan tidak peduli mengenai kehidupan orang. Saya sadar tidak ada yang saya dapatkan dari hal tersebut, melainkan hanya justru membuat saya merasa lebih menarik dibandingkan orang lain (padahal kenyataannya engga), dan itu membuat saya jadi berhenti, tidak bergerak ke mana-mana.

Kalau kata pak Gita Wirjawan. “Jika orang yang diajak bicara semakin lebih banyak berbicara dibandingkan dengan saya itu semakin baik. Karena kekuatan dari mendengarkan jauh lebih besar daripada kekuatan berbicara.”

Dan, dari hal tersebut saya jadi menyakini bahwa pengalaman hidup orang lain adalah pembelajaran yang terbaik. Saya jadi bisa membenarkan kata-kata berikut ini yang saya dapati dari pidato wisudawan mahasiswa Indonesia, mas Abdul Gofur. Saya rasa ini salah satu speech terbaik yang pernah saya dengar.

Abd Gafur: School of Law Graduate Convocation Speaker 2018

“Saya selalu berpikir bahwa saya bisa mengerti semua hal dari membaca. Tapi kenyataannya, buku-buku yang saya baca hanyalah sebuah kertas. Berita dan video-video yang saya tonton di internet hanya berupa pixel dan cahaya. Tapi kalian adalah manusia dengan pengalaman nyata dari seluruh dunia dan saya merasa bersyukur mengenal kalian semuanya.” — Abdul Gofur

Kembali ke awal tulisan ini. Di tengah percakapan kami, beliau menyampaikan kata-kata dari suatu buku yang membentuk dan mempengaruhi beliau. Kata-kata tersebutlah yang menjadi judul dari tulisan ini, dan pemicu saya untuk menuliskannya lebih dalam.

Setelah mencari buku tersebut, saya langsung tertarik dan memutuskan untuk membelinya, hanya tinggal menunggu waktu datangnya.

Ketika dalam percakapan tidak sedetail ini. Setelah saya mencari berikut kata-kata lebih lengkapnya:

“Setiap bunga akan mekar ketika saatnya tiba: forsythia, kamelia, dan bunga-bunga lain. Bebungaan itu tahu kapan mereka akan mekar; tidak seperti kebanyakan dari kita yang selalu ingin mendahului yang lain. Apakah kamu merasa tertinggal dari teman-temanmu apakah kamu merasa telah menyia-siakan waktu sementara teman-temanmu mulai melangkah menuju kesuksesan jika kamu berpikir demikian, ingatlah bahwa kamu memiliki masa mekarmu sendiri, begitu juga dengan teman-temanmu.

Musimmu belum datang. Namun, ia pasti akan datang ketika kuncupmu terbuka. Mungkin kuncup itu mekar lebih lama dari yang lain, tetapi ketika sampai pada waktunya, kamu akan mekar dengan begitu indah dan menawan seperti bebungaan lain yang telah mekar sebelum dirimu.

Jadi, angkatlah kepalamu dan bersiaplah menyambut musimmu. Ingat, kamu begitu menakjubkan!” — Time of Your Life by Rando Kim

BOOOMM!! Tulisan yang sangat bagus. Sepertinya amat beruntung ketika mendapatkan rekomendasi sebuah buku, apalagi kalau tahu dari buku tersebut merubah kehidupan seseorang. Kita jadi bisa meniru untuk mencoba membacanya. Meski tidak berharap mendapatkan hasil yang sama setelah membacanya. Tapi setidaknya ini bagian dari upaya mengikuti hal-hal baik yang dilakukan seseorang. Dan tidak akan rugi. Hehe.

Ketika dulu masa sekolah tidak merasakan hal semacam ini, teman yang satu angkatan pencapaiannya sama. Hanya mengikuti alur dari kelas 1–6 SD, 1–3 SMP dan 1–3 SMA. Sampai akhirnya kami lulus sekolah, dan sudah mulai memutuskan kehidupan, mengejar cita-cita dan mimpinya masing-masing.

Teman saya satu angkatan memulai lebih dahulu perkuliahannya, dan saya tertinggal 1 tahun dengan mereka. Tidak hanya cukup sampai di sana. Bahkan setelah mereka lulus, mereka sudah meninggalkan jauh saya. Mereka teman-teman saya sudah menapaki fase kehidupan berikutnya; bekerja, membuka usaha, menikah, melanjutkan jenjang pendidikan dan lain sebagainya. Terus saya bilang, “kok gua masih begini.”

Sampai pada akhirnya menyadari jika membandingkan diri dengan orang lain itu melelahkan, karena selalu menyalahkan diri sendiri atas pencapaian orang lain. Merasa ketertinggalan, ketidakmampuan, kegagalan dan kepayahan. Padahal pencapaian orang lain di luar kontrol kita, tapi kita dapat mengontrol respon kita terhadap hal tersebut. Diri kita mempunyai andil atas segala apa yang kita lihat dan terima.

Perasaan insecure seperti itu semua orang pernah mengalami dan merasakannya. Bagusnya jika masih mempunyai sensitivitas tersebut, lalu diiringi dengan adanya tindakan untuk melakukan sesuatu dan menyibuki diri dengan hal yang bisa kita lakukan. Karena parahnya jika kita sudah merasa insecure lalu menyalahkan keadaan dan tidak melakukan apa-apa.

Pada akhirnya saya bisa melewati masa-masa menganggur tersebut setelah lulus SMA, dan sekarang bisa berkuliah. Karena kenyataannya pada saat saya mencoba untuk menghadapi dan tetap terus berjalan, toh semua masih tetap baik-baik saja.

Justru kita boleh merasa rugi dan kesal, jika kesuksesan dan keberhasilan seseorang membuat umur kita jadi berkurang, atau pahala kita keambil. Tapi kan, kenyataannya itu semua engga terjadi. Kita masih tetap baik-baik saja, ga ada dunia kita yang direnggut.

Dengan sebanar-benarnya kita adalah musuh dari diri kita sendiri.

Perasaan buruk tadi yang harus tetap coba saya kalahkan seumur hidup. Karena ketika segala sesuatu disibukkan dengan diri sendiri, ketika melihat teman, kerabat atau siapapun yang mendapatkan prestasi dan pencapaian dalam hidupnya. Perasaan bahagia dan senyum lebar yang kita sematkan ketika turut mengucapkan selamat kepada mereka.

Kutipan bagus yang saya dapatkan dari bang Adriano Qalbi di monolognya Menjadi Manusia:

“The greatest feeling of winning adalah pada saat lu udah ga berusaha menang, yaudah biarin aja, gua gini, dan gua ga harus compete dengan yang lain, dan disitu gua malah merasa menang.” — Adriano Qalbi

Sebab tadi. Menyadari jika — Setiap orang akan mempunyai waktu mekarnya masing-masing.

Semoga kita semua bisa dilingkupi dan dipertemukan dengan orang-orang yang kita bisa belajar banyak darinya; lebih pinter, lebih keren, lebih shalih, dan lebih bijak. Sehingga setidaknya kita bisa kecipratan hal baik itu semua dari mereka. Aamiin paling serius.

Hahaha cheers! Selesai juga tulisannya. Terima kasih.

Taufan Maulana Putera
23 Maret 2022
Ditulis di Pare, Kediri

--

--

Taufan Maulana Putera
Taufan Maulana Putera

Written by Taufan Maulana Putera

Insinyur elektro yang lebih suka hal lain dibandingkan keelektroan.

No responses yet